Protes di Sudan dimulai pada Desember 2018 dan menyebar dengan cepat ke seluruh negeri. Pada April 2019, pengunjuk rasa melakukan aksi duduk di dekat markas tentara di ibu kota Khartoum, dan menuntut diakhirinya pemerintahan 30 tahun diktator Omar al-Bashir.
Pada 11 April, al-Bashir dicopot dari jabatannya dalam kudeta militer, dan pemerintahan militer transisi didirikan. Protes berlanjut, menyerukan kekuasaan untuk diserahkan kepada kelompok-kelompok sipil. Pada 3 Juni, pasukan pemerintah menembaki pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Puluhan orang tewas dan banyak lagi yang mengalami kekerasan lebih lanjut.
Tiga hari kemudian, Uni Afrika menangguhkan Sudan di tengah kecaman internasional yang meluas atas serangan itu. Pihak berwenang berusaha meredakan protes dengan memberlakukan pemadaman listrik dan mematikan Internet. Para pengunjuk rasa berkomunikasi melalui pesan teks, dari mulut ke mulut dan menggunakan megafon, dan perlawanan terhadap pemerintahan militer terus berlanjut. Meskipun tindakan keras lainnya dilakukan pada 30 Juni, gerakan pro-demokrasi akhirnya berhasil menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan dengan militer pada 17 Agustus.